
Hibah Kepada Sinode GMIM Apakah Sesuai Aturan, Pengamat Hukum: Pemberi dan Penerima Wajib Tahu Syarat Formil
- Pemberian hibah oleh pemerintah daerah sah-sah saja. Tapi bagaimana jika diberikan kepada organisasi kemasyarakatan yang tidak sesuai aturan adalah sebuah pelanggaran.
Sekitar Kita
MANADO – Dana hibah Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara kepada Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) yang banyak mendapat sorotan publik, memicu pertanyaan besar, kenapa kemudian bisa berproses hukum.
Pemberian hibah oleh pemerintah bisa dalam bentuk uang atau barang kepada badan, lembaga atau organisasi kemasyarakatan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dengan tujuan untuk mendukung program, kegiatan dan tentunya bermanfaat.
Dalam proses pemberian hibah oleh pemerintah, harus dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) 123 tahun 2018 tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah yang bertujuan untuk mewujudkan tata kelola keuangan daerah yang baik, tertib, efisien, efektif, dan bertanggung jawab.
Permendagri 77 tahun 2020, ditetapkan sebagai dasar pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Secara umum Permendagri 123 tahun 2018 dan Permendagri 77 tahun 2020, mengatur tentang syarat pemberian dan penerima hibah. Salah satunya adalah pemerintah daerah dapat memberikan hibah kepada badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum di Indonesia.
Organisasi kemasyarakatan yang menjadi penerima hibah diatur dalam Permendagri 123 tahun 2018 dan Permendagri 77 tahun 2020 telah memiliki surat terdaftar yang diterbitkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota.
Hibah yang diberikan kepada organisasi kemasyarakatan harus berbadan hukun Indonesia. Organisasi kemasyarakatan harus berbadan hukum perkumpulan yang telah mendapatkan pengesahan badan hukum dari Kementerian Hukum dan HAM.
Organisasi kemasyarakatan dapat menerima hibah dengan memenuhi syarat yang diatur pada kedua Permendagri tersebut yaitu: terdaftar pada kementerian yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia, berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah yang bersangkutan, dan memiliki sekretariat tetap di daerah yang bersangkutan.
Pemberian hibah melalui APBD harus didasarkan pada usulan tertulis yang disampaikan kepada kepala daerah. Tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi diatur dengan peraturan kepala daerah.
Hibah diberikan kepada badan, lembaga atau organisasi kemasyarakatan tidak secara terus menerus setiap tahun anggaran.
Lantas, bagaimana dengan Sinode GMIM sebagai penerima hibah yang kemudian harus berproses hukum lantaran dugaan tindak pidana korupsi?
Direskrimsus Polda Sulut melakukan proses hukum yang dimulai dari penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Sulut kepada Sinode GMIM dari tahun 2020 hingga 2023.
Dana hibah tersebut digunakan untuk kegiatan di Sinode GMIM, tetapi ada dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan negara sekitar Rp8,9 miliar dari total Rp21,5 miliar dana hibah.
Modus yang dilakukan adalah soal penganggaran, penggunaan, dan pertanggungjawaban dana hibah yang tidak sesuai prosedur serta peruntukkannya.
Merujuk pada Permendagri 123 tahun 2018, Pasal 6 ayat (6) menyebutkan hibah kepada organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum perkumpulan yang telah mendapatkan pengesahan badan hukum dari Kementerian yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian Pasal 7 ayat (2) huruf a, menerangkan hibah diberikan kepada organisasi kemasyarakatan telah terdaftar pada kementerian yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia.
Selanjutnya, dalam Permendagri 77 tahun 2020 Bab II anggaran pendapatan dan belanja daerah huruf D Belanja Daerah menerangkan bahwa, hibah kepada organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia diberikan kepada organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum perkumpulan yang telah mendapatkan pengesahan hukum dari kementerian yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Fakta! Dalam sidang gugatan praperadilan Asiano Gammy Kawatu kepada Polda Sulut di Pengadilan Negeri Manado terungkap jika Sinode GMIM tak pernah terdaftar dalam sistem administrasi badan hukum (SABH) Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU).
Hal ini disampaikan Saksi ahli Kemanterian Hukum dan HAM Sulawesi Utara, Hendrik Siahaya yang dihadirkan Polda Sulut dalam sidang tersebut.
"Tidak ditemukan nama GMIM Sinode dalam SABH. Yang tercatat hanyalah perkumpulan Gereja Masehi Injili di Minahasa atas nama Albertus Zakarias Runturambi Wenas," ujar Hendrik Siahaya dalam keterangannya dihadapan hakim Ronald Massang.
Saksi ahli menyebutkan, pendaftaran ulang ke Kemenkumham adalah wajib berdasarkan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan Nomor 17 tahun 2013, tapi GMIM Sinode tidak memenuhinya, sehingga secara hukum organisasi itu terblokir dan tidak bisa diakses secara administratif.
Wartawan media ini mencoba menelurusi pada situs Ditjen AHU dan benar bahwa Sinode GMIM tidak terdaftar dalam SABH Ditjen AHU.
Publik pun menyoroti, kenapa Sinode GMIM yang tidak terdaftar sebagai badan hukum yang sah dalam sistem hukum di negara ini, tetapi mendapat jatah hibah dari pemerintah.
Pengamat hukum Sulawesi Utara, Supriyadi Pangellu,SH.,MH mengatakan tidak ada kasus dugaan tindak pidana korupsi seperti yang terjadi di Sinode GMIM, kalau pemerintah patuh kepada aturan. Demikian dengan penerima, wajib mengetahui aturan mengenai hibah.
"Peristiwa ini tidak akan terjadi, kalau pemberi (pemerintah) patuh kepada aturan. Kalau sudah tahu ada larangan kemudian tetap dilakukan, berarti harus dicari aktornya," kata Supriyadi Pangellu, Sabtu (23/08/2025)
Terhadap kasus dugaan pidana korupsi dana hibah Sinode GMIM yang sudah dilakukan pelimpahan ke pihak kejaksaan, Pengellu menjelaskan ketika ada Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri yang dilanggar, itu berarti sudah terbukti ada niat melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam kasus ini, baik pemberi hibah yaitu Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan penerima hibah Sinode GMIM ada dugaan kelalaian atau niat tidak mematuhi aturan yang berlaku.
"Mens rea (niat jahat) sudah terbukti melakukan tipikor, ketika Undang-Undang, PP dan Permendagri dilanggar. Polda Sulut harus mengusut tuntas sesuai dengan peran masing-masing dan kemungkinan ada pihak-pihak lainnya yang ikut terlibat dalam kasus ini," ujar Supriyadi Pangellu.
"Tipikor itu bukan soal siapa yang menikmati, tapi akibat keputusan membuat atau memberi untung kepada pihak lain, itu adalah pelanggaran hukum dan bisa pidana. Persyaratan formilnya yaitu Undang-Undang, PP dan Permendagri," sambungnya.
Diketahui, kasus dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara kepada Sinode GMIM sudah dilakukan P21 bersama para tersangka oleh penyidik Direskrimsus Polda Sulut kepada Kejaksaan Tinggi Sulut.
Kelima tersangka yakni HA, SK, JK, FK, dan AK, kini sedang menjalani penahanan di Rutan Kelas IIA Manado.
